Jumat, 10 Desember 2010

kebijakan pemerintah tentang hak Asasi Manusia atau HAM.


ini merupakan makalah yang digunakan dalam karya ilmiyah di STAIN bukittinggi, oleh kak ulya dan diriQ. 

A.     KONSEPSI HAM
Penegakan hak asasi manusia (HAM) merupakan elemen penting untuk perwujudan sebuah Negara yang berkeadaban (civilized nation). Adapun konsep mengenai HAM itu sendiri tidaklah satu, secara tekstual terdiri dari berbagai versi.
Menurut Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB), hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Misalnya, hak hidup. Yakni klaim untuk memperoleh segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup, karena tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.[1]
Menurut John Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia.[2]
Mengenai pengertian HAM juga tertuang dalam UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam salah satu bunyi pasalnya (Pasal 1) secara tersurat dijelaskan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.[3]
Adapun definisi sementara yang digunakan oleh komnas, adalah bahwa hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia yang melekat pada diri manusia semata-mata karena dia adalah manusia.[4]
Meskipun secara tekstual konsep mengenai HAM memiliki versi yang berbeda, namun secara substansial, semua pengertian tersebut hampir mengarah pada satu maksud yang sama yakni semua hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia yang wajib dilindungi dan dihormati.

B.     SEJARAH HAM DI INDONESIA
Wacana HAM di Indonesia telah berlangsung seiring dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara garis besar, Prof. Bagir Manan pada bukunya “Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia” ( 2001 ), membagi perkembangan HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ).
a.       Periode sebelum kemerdekaan(1908-1945)
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo(1908), Sarekat Islam(1911), Indische Partij(1912), Partai Komunis Indonesia(9125) dan Partai Nasional Indonesia(1927). Lahirnya organiasasi pergerakan nasional itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yamg dilakukan oleh penguasa kolonial, penjajahan dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah.
Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia, Boedi Oetomo merupakan organisasi pergerakan nasional pertama. Inti dari perjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.

b.      Periode setelah kemerdekaan(1945-sekarang)
Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode paska kemerdekaan Indonesia: 1945-1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM kontemporer (paska 1998).
1.      Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal paska kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka (self determination), hak kebebasan berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.

2.      Periode 1950-1959
Periode ini dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah pemikiran HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.
Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesiapada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:
a.       Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi
b.      Adanya kebebasan pers
c.       Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis
d.      kontrol parlemen atas eksekutif

3.      Periode 1959-1966
Periode ini merupakan periode dengan sistim demokrasi terpimpin. Melalui sistim demokrasi terpimpin, kekuasaan terpusat di tangan Presiden. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen dikendalikan oleh presiden. Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolute. Ditembah lagi dengan kedekatan Presiden soekarno dengan PKI menimbulkan gejolak politik.
Akhirnya, kediktatoran pemerintahan Presiden Soekarno berakhir melalui kudeta berdarah yang dikenal dengan peristiwa gerakan 30 september 1965. Akhir pemerintahan Presiden Soekarno sekaligus merupakan awal naiknya era pemerintahan Presiden soeharto yang dikenal dengan sebutan Orde Baru. Ia menggantikan Presiden Soekarno melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

4.      Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi pergerakan HAM di Indonesia. Namun pada kenyataannya, Orde baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia sepanjang sejarah Indonesia Modern. Seperti kasus pelanggaran HAM Tanjung Priok,dll.
Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argument yang pernah dikemukakan Presiden Soekarno yakni dengan cara mempertentangkan demokrasi dan prinsip HAM yang lahir di Barat dengan prinsip-prinsip lokal Indonesia.
Di tengah kuatnya peran Negara Orde baru, perjuangan dalam penegakan HAM terus dilakukan oleh kalangan organisasi non pemerintah. Hal ini merubah pendirian pemerintah Orba untuk bersikap akomodatif terhadap tuntutan HAM yang disuarakan masyarakat.. ini tercermin dalam persetujuan pemerintah terhadap pembentukan Komisi nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui keputusan Presiden No. 50 tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993.
Kehadiran Komnas HAM adalah untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, member pendapat, pertimbangan dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.


5.      Periode paska Orde baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia. Lengsernya tampuk kekuasaan Orba sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM. Pada tahun ini Presiden Soeharto digantikan oleh BJ. Hbibie yang kala itu menjabat sebagai wakil presiden.
Keseriusan Presiden Habibie dalam perbaikan pelaksanaan HAM ini ditunjukkan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998. Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU n0.39tahun 1999 tentang HAM,dll.

C.     KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG HAM
Berbicara mengenai kebijakan pemerintah mengenai HAM, tidak terlepas dari bagaimana pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan tersebut. Negara Indonesia mengakui akan nilai-nilai universal HAM.
Dalam Negara, pada pengaturannya, terdapat pembatasan dan kewenangan Negara untuk mengatur HAM. Ketentuan mengenai perlindungan hak-hak asasi ini ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945, batang tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, serta peraturan dan perundang-undangan lainnya.
Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi suatu Negara atau suatu sistem dalam melaksanakan suatu aturan atau dalam menjalankan instrumen yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan HAM antara lain adalah:[5]
1.    Kebudayaan
2.    Sistem Politik suatu Negara
3.    Hukum dan kebijakan yang diambil suatu Negara
4.    Diskriminasi
Faktor kebudyaan memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan Hak Asasi Manusia di suatu Bangsa dan Negara. Seperti yang terjadi di Indonesia, di mana sistem kebudyaan yang dianut oleh masyarakat adalah sistem kekeluargaan. Meskipun masih banyak budaya (adat dan istiadat) dari berbagai suku bangsa di Indonesia yang secara jelas mencerminkan praktek pelanggaran HAM, seperti yang terjadi di suku Minang Kabau tempo dulu yang mengharuskan anak perempuannya untuk menuruti kehendak para ninik mamak yang ingin menjodohkannya dengan pasangan yang disetujui, tetapi secara keseluruhan nilai-nilai adat dan istiadat setiap suku bangsa di Indonesia memiliki nilai-nilai kekeluargaan. Pada awal kemerdekaan, atau pada masyarakat pedesaan, pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia tidak banyak terjadi karena kesadaran akan nilai-nilai sosial budaya yang masih tinggi. Dalam masyarakat yang penuh dengan kekeluargaan, di mana rasa tenggang rasa dan kebersamaan masih tinggi, social control masih berjalan dengan baik, dan agama yang menjadi pegangan hidup, pelanggaran HAM tidak akan terjadi.
Pelaksanaan HAM juga dipengaruhi oleh sistem politik yang dianut suatu Negara. Dalam hal ini, sistem politik yang demokratis dianggap sebagai sistem yang menjamin terlaksananya suatu perlindungan terhadan hak asasi manusia terutama hak-hak sipil dan politik. Kebebasan setiap warga negara untuk menyalurkan dan mengemukakan pendapat adalah salah satu bentuk dari hak asasi. Dalam Negara yang menganut sistem politik demokrasi, tidak terdapat intervensi atau tekanan terhadap warga negaranya agar mau melakukan suatu hal yang dikehendaki oleh Negara. Pelanggaran hak-hak sipil dan politik sering terjadi di negara-negara otoriter. Indoneisa pernah menerapkan sistem politik seperti ini, yang sangat jelas melanggar Hak Asasi Manusia, baik hak sipil dan politik, yaitu pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Contoh konkritnya adalah pembubaran DPR hasil pemilu 1955 oleh Presiden Soekarno tahun 1960, penolakan permohonan untuk mendirikan partai politik, pembekuan partai politik, serta pembrendelan majalah dan koran pada masa Orde Baru.
Hukum dan kebijakan suatu negara memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pelaksanaan Hak Asasi Manusia. Pelanggaran terhadap HAM yang sering terjadi disebabkan oleh kurangnya peraturan dan perundang-undangan yang memeberikan jaminan dan petunjuk dalam penyelesaian masalah yang sehubungan dengan HAM. Sejak era reformasi, telah dibentuk peraturan perundang-undangan tentang HAM, diantaranya adalah Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; dan Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Namun demikian, terkadang kebijakan atau peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah bertentangan dengan HAM. Contoh kasus yang nyata adalah pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi akibat diberlakukannya ketentuan tentang privatisasi dan komersialisasi air dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Berlakunya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah ini menyebabkan hilangnya perlindungan terhadap hak masyarkat dalam mengakses dan memanfaatkan sumber daya air.
Praktek diskriminasi juga memberikan dampak terhadap pelanggaran HAM. Pelaksanaan hukum tentang Hak Asasi Manusia menjadi sangat bias di negara yang menerapkan praktek diskriminasi terhadap kelompok atau golongan tertentu.
Perang atau konflik juga menyebabkan terhambatnya pelaksanaan HAM yang dicita-citakan. Contoh konflik yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti konflik di Maluku, Ambon, Poso, Aceh, dan lain-lain adalah suatu peristiwa yang jelas melanggar Hak Asasi Manusia, yaitu hak untuk hidup serta menjalankannya dengan rasa aman.
Marzuki Darusman dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi Wartawan Politik (FDWP) di Wisma Surabaya Post Jakarta,menyampaikan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia baru pada tahap kebijakan belum menjadi bagian dari sendi-sendi dasar kehidupan berbangsa untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem dasar HAM yaitu penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara sebagai pribadi juga belum ditempatkan sebagaimana mestinya.[6]
Penegakan HAM di Indonesia juga masih bersifat reaktif, didorong oleh unjuk rasa, demonstrative, pertentangan kelompok dan sebagainya. Hal ini terjadi karena ada beberapa kelemahan pokok, diantaranya:[7]
a.       Masih kurangnya pemahaman tentang HAM
Banyak orang menangkap pemahaman HAM dari segi pemikiran formal belaka. HAM hanya dilihat sebagaimana yang tertulis dalam “Declaration of Human Right” atau apa yang tertulis dalam UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Namun, hakikat pemahaman HAM harus dilihat sebagai suatu konsep yang bersifat multidimensi. Sebab, dalam memahami HAM tertanam di dalmnya konsep dasar politik, hukum, sosiologi, ekonomi,dll.
b.      Masih kurang pengalaman
HAM sebagai konsep formal masih terasa baru di masyarakat Indonesia. Kondisi ini mendorong kita untuk membina kerjasama dengan beberapa Negara dalam mencari gagasan, menciptakan kondisi yang kondusif, dan memberikan proteksi perlindungan HAM, persepsi dan pemahaman bersama ini perlu didorong dan ditegakkan.
c.       Kemiskinan
d.      Keterbelakangan
e.       Masih dipertanyakan bagaimana bentuk pelatihan HAM dalam masyarakat
Meskipun sudah adanya UU tentang HAM, dan juga adanya komisi yang dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap pelanggaran HAM yang di alami masyarakat Indonesia baik di dalam maupun luar negri, namun tetap saja masalah HAM tidak pernah berujung.
Namun demikian, kepedulian masyarakat, baik dari LSM maupun pemerintah, sudah mulai nampak adanya sedikit pergerakan kearah yang lebih baik. Seperti kasus pelanggaran HAM yang dihadapi oleh para TKI di luar negri. Beberapa minggu terakhir adanya pertemuan antara LSM seperti PBNU yang mengusulkan kepada pemerintah agar tidak mengirim TKI ke Negara-negara yang belum mau ada MOU seperti Arab Saudi.
Dari sini nampak bahwa sudah mulai adanya kesadaran dari masyarakat Indonesia untuk membantu mencari jalan keluar dari permasalahan HAM ini. Barapapun banyaknya hambatan dalam penegakan HAM, namun kita, Indonesia , tidaklah berhenti sampai disini saja, sebab jalan selalu terbuka bagi setiap usaha yang didorong oleh kemauan keras, komitmen dan visi ke depan yang jelas.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pelaksanaan HAM di Indonesia seringkali masih nampak problematis. Karena, HAM belum memiliki atau memperoleh suatu bobot ideologis yang diperlukan untuk tidaklagi dipertanyakan keabsahan pelaksanaannya. Untuk memecahkan masalah ini diperlukan adalah suatu pemahaman baru tentang HAM.
Pandangan bahwa fakta historis HAM yang berasal dari Barat tidak dapat dijadikan sebagai alasan penolakan terhadap universalitas HAM. Nilai-nilai budaya pada dasarnya diterima bukan karena asal-usulnya, melainkan karena sesuai atau tidaknya nilai tersebut dengan kebutuhan budaya yang berkembang dalam kelompok budaya.
Dan agar menjamin keefektifan pelaksanaan dan penegakan HAM di Indonesia, harus adanya pengadilan khusus yang bersifat adil dalam menangani masalah pelanggaran HAM tersebut.


[1] Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,2006(Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah)hal.252
[2] ibid
[3] ibid
[4] Sudharmono, Marzuki Darusman dan Darji Darmodiharjo, Konsepsi hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Pancasila,1996,(Surabaya: Usaha Nasional)hal.119
[5] diakses dari http://www.unp.ac.id/downloads/pkmb08/bab-7.pdf, pada tanggal 08 Desember 2010, pukul 13.30 WIB
[7] Abdul Rozak,dkk,Pendidikan Kewargaan,2004(Jakarta:Prenada Media)hal.186

Selasa, 01 Juni 2010

Puisiku Goresan Tangan Tak Berujung

 

Tajallali

walaupun gelap alam keliling
cahaya nur tetap di jiwa
karena Tajallali
karena itu, cintailah yang memberi nikmat
karena cinta sejati, cinta yang satu
karena rindu sejati, rindu yang satu
maka jauilah yang jika di lidah taat kepada-Nya
tetapi di dalam batin durhaka


Pecinta

karena
Engkau Pecinta, adapun cinta
Engkau Pecinta, pecemburu dunia
Engkau Pecinta, meski tak dicinta
karena Engkau pecinta
Aku pun cinta
Adapun aku cinta, karena Engkau
Adapun aku cinta, karena Engkau berhak dicinta 
Adapun aku cinta, karena Engkau berhak menerimanya.


Terang Tetapi Gelap

Terang tetapi gelap
Itulah elegi hatiku......
Elegi hidupku.... 
Elegi bangsaku..... 
Terang tetapi gelap 
Begitu relatif... 
Begitu labil....
Begitulah staatku.... 
Kepada benih muda 
Jagalah staatku 
Bangunlah dia dengan nyata bukan maya
Jadikan dia berkualitas jangan hanya kuantitas 
Berilah dia pondasi tinggi jangan rendah
Harumkan namanya di Bumi Pertiwi ini.....


IZINKAN AKU

Izinkan aku Jadikan Engkau teman bercakap malamku
Izinkan aku Jadikan Engkau teman bercakap sujudku
Izinkan aku Jadikan Engkau teman bercakap hatiku
sebab almarhum guru pernah berkata: "Rinduilah Tuhan, melebihi rindumu kepada segala kekasih. sebab kekasih lain akan kita tinggalkan atau meninggalkan kita. Tetapi Tuhan sebagai kekasih. Dia-lah yang akan kita tuju.
 oleh; nuliana rahayu



Hafizah

Hafizah!
Jangan gundah
Meskipun kita miskin, malam kita gelap
Engkau tetap kaya dihadapan-Nya
Lihatlah gubah hijau
Munajat cinta masih ada
Mengikuti takdir Ilahi, dan
Lihatlah burung Rajawali
Masih berkelana di cakrawala
Hafizah!
Jangan gundah...
Seusai duka ada bahagia...
Akan kita temui  musim semi lagi.